Sabtu, 28 November 2020

Operasi yang Santai

Pernahkah kamu berbaring di meja operasi? 

Bukan sekedar tiduran, tapi ya dibedah, diodel-odel beneran tubuhnya. Saya pernah operasi yang prosesnya paling santai. Karena tentunya ini operasi ringan, dibandingkan operasi lainnya. Ya saya pernah dua kali operasi, dan ini salah satunya.

Saat itu saya sering sakit perut bagian bawah sebelah kanan. Tapi seringnya saya abaikan, karena saya saat itu bekerja naik motoran sendiri, saya berpikir mungkin capek aja. Kemudian saya sering sakit, demam gitu tapi ya saya abaikan lagi-lagi. Sampai suatu waktu saya sedang motoran di jalan setelah pulang kerja, saya berasa mo pingsan, apa ya istilahnya kalau bahasa jawanya mungkin gliyeng. Kayak mau pingsan tapi sekilas aja. Saat itu saya sadar kalau keadaaan saya sudah tidak baik-baik saja. Ini cukup berbahaya kalau saya naik motor apalagi jarak rumah dan kantor 28an km. Saya khawatir kenapa-kenapa di jalan. Jadi sore itu saya diantar ibu saya ke dokter klinik dekat rumah. Ketika saya cerita keluhan saya, dokternya malah bilang “dah tahu kan sakitnya apa?” saya hanya senyum terus bilang, “usus buntu ya dok?” dokter itu mengiyakan setelah melakukan beberapa kali cek ke tubuh saya. Saat itu kalau saya angkat kaki kanan saya ada rasa sakit nyeri di bagian perut bawah yang kanan. Kemudian dokter langsung kasih rujukan ke rumah sakit untuk operasi.

Pada hari H saya disuruh puasa sebelum operasi itu. Sebelumnya dengan santainya saya mengajak ibu saya makan nasi padang, saya menghabiskan nasi itu dengan lahap sebelum saya disuruh puasa. Saya tidak merasa khawatir saya tidak cemas, entah kenapa saya merasa santai saja mau operasi karena keadaan tubuh saya sehat dan tidak kesakitan. Ini juga kali kedua saya operasi jadi kenapa saya harus takut. Operasi pertama dulu saat saya masih kecil, mungkin umur 5 tahunan.

Kemudian pada saatnya operasi saya masuk ke ruang operasi setelah ganti baju rumah sakit. Di ruang operasi yang dingin banget,  ya maklum saya belum kenal AC, saya jarang merasakan AC. Di kampung kayaknya nggak ada yang punya AC saat itu. Ada satu dokter yang kelihatan sudah sepuh dan satu dokter lagi yang lebih muda dan nggak ingat lagi ada yang lain enggak. Dokter yang sepuh bilang untuk saya berdoa, saya berdoa menurutinya. Kemudian saya lihat dokter yang lebih muda membawa satu suntik besar berisi cairan putih kental, dia bilang akan mulai dan menyuruh saya berhitung seingat saya. Entah pada hitungan keberapa saya sudah tidak sadar, sebelumnya saya melihatnya menyuntikkan cairan itu ke selang infus yang terpasang di tangan saya.

Sehabis operasi setengah sadar saya melihat saya posisi didorong keluar kamar operasi dan mendengar orang bercakap-cakap. Pelan-pelan saya sadar di kamar istirahat dan menunggu kentut saya hadir sampai saya bisa minum. Nah itu susahnya, badan saya berasa nggak enak kayak masuk angin, karena dingin banget tadi di ruang operasi dan saya nggak boleh minum padahal kehausan.

Terus santainya di mana? Di samping tempat tidur saya (karena saya pakai kamar yang murah saja satu ruangan dua kamar) ada orang yang habis operasi juga. Operasinya juga sama, seingat saya malah duluan dia yang operasi. Dia masih terbaring saja, dan saya sudah jalan-jalan ke sana kemari sambil bawa-bawa botol infus. Dia enggak berani bangun, apalagi duduk dan turun tempat tidur, padahal dokter sudah menyuruhnya belajar berjalan agar tidak kaku. Saya juga menyuruhnya, tapi dia ketakutan untuk bergerak. Ya mungkin saya pikir ini hanya operasi kecil dan kondisi saya pas mau operasi juga sehat-sehat saja pas enggak sakit jadi saya tidak merasa ketakutan. Dan tubuh saya juga merasa demikian. Ya itu aja sih besok saya cerita lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.

Update Berkebun