Beberapa waktu lalu saya yang sangat awam soal politik melihat jalannya sidang gugatan tim salah satu capres di Mahkamah Konstitusi. Disitu ada seorang wanita Papua yang bernama Novela Nawipa yang bersaksi dengan cara yang menurut saya sedikit marah tapi lucu dan tegas. Saya saat itu berpikir untuk ukuran seorang yang tinggal di kampung kok cara bicaranya sudah sepintar itu. Semula saya salut untuk ukuran perempuan gunung bisa menjawab pertanyaan itu dengan seberani itu. Ternyata saya salah, ketika membaca tulisan disebuah harian saya menemukan fakta mengejutkan tentang dia, seorang ketua cabang sebuah partai, seorang direktur sebuah CV dan seorang lulusan sebuah universitas dll. Oh batin saya, pantesan.
Saya tidak ada di Papua waktu itu, jadi saya tidak tahu apakah itu benar atau bohong. Yang mengejutkan justru setelah Novela itu bersaksi, rumahnya menurut harian yang saya baca dirusak orang. Dan lebih dari itu di sosial media dia seperti dibully habis- habisan. Saya semakin bingung ini yang benar yang mana. Ketika saya membaca suatu posting tentang berita Novela, saya juga mendapati komentar yang sebagian besar menyudutkannya dan menuduhnya sebagai pembohong dll. Dan jika ada yang membelanya lantas juga dibantah habis - habisan. Ini seperti kampanye sebelum Pemilu kemarin saling hujat saling tuduh saling ejek yang saya temui dikomentar itu.
Entahlah siapa yang benar dan siapa yang salah. Bagi saya kok mudah saja tanyakan kepada warga di kampung itu terjadi pemilu tidak di TPS saat itu, kalau tidak berarti ya dia benar. Dan sebaliknya jika ada ya berarti dia salah. Gitu saja kok ribet.
Entahlah siapa yang benar dan siapa yang salah. Bagi saya kok mudah saja tanyakan kepada warga di kampung itu terjadi pemilu tidak di TPS saat itu, kalau tidak berarti ya dia benar. Dan sebaliknya jika ada ya berarti dia salah. Gitu saja kok ribet.
Benar sekali Anda.
BalasHapus