Ada kalanya saya tidak bisa bercerita suatu yang saya anggap berharga atau terlampau pribadi pada orang lain. Oleh sebab itu saya memilih untuk bercerita pada orang yang saya percayai. Bisa kawan bisa juga pasangan atau saudara. Dalam kondisi baik-baik saja, semua hal yang saya ceritakan tadi bisa jadi sangat melegakan, membagi sesuatu yang selama ini hanya saya ketahui sendirian. Tapi di sisi lain hal itu juga bisa menjadi bumerang.
Seperti juga saat melempar bumerang, saya juga siap dengan konsekuensi bahwa saya harus bisa menangkap bumerang yang saya lepaskan. Jika tidak tentu saya akan terluka atau sakit karena lemparan saya sendiri.
Hal seperti ini pernah saya lakukan pada seorang yang cukup dekat. Dan saat itu saya senang merasa cukup lega ada yang mendengar sesuatu yang saya rahasiakan selama ini. Bisa jadi itu bukan sesuatu tentang diri saya, mungkin rahasia orang lain yang saya simpan. Yang saya yakin dia tidak akan membaginya dengan orang lain. Saya percaya itu. Dalam kondisi kami baik-baik saja hal itu benar tak masalah.
Tapi masalah muncul saat saya ada masalah dengan orang itu. Orang itu justru menggunakan cerita yang saya ceritakan waktu itu sebagai alat untuk memojokkan atau menyakiti saya. Mungkin semula dia tidak sadar, oleh karena amarah dia ingat cerita itu dan justru tanpa berpikir panjang ingin membuat saya sakit dengan menggunakan cerita itu untuk balik menyerang saya.
Saya merasa seperti dikhianati, saya sungguh merasa dua kali sakitnya, sakit karena justru orang yang saya percayai menyakiti saya dengan menggunakan hal yang saya bagi hanya dengannya. Seperti bumerang yang kembali pada saya.
Sampai di sini saya jadi berpikir untuk tidak sembarangan membagi cerita dengan orang lain. Sebenarnya itu bukan kali pertama saya merasa dikhianati. Kadar mudah percaya saya pada orang lain sudah menuju titik nol. Sangat sulit bagi saya membangun kepercayaan pada orang lain.
Meskipun kadang saya mudah percaya, tapi saya pasti membatasi diri untuk bercerita tentang sesuatu yang pribadi. Jika orang yang baru saya kenal saya percayai pun biasanya hal yang saya sampaikan masih di kadar informasi yang biasa-biasa saja.
Kebetulan kemarin saya cerita soal ini ke seorang teman. Dan ya benar saja hal itu juga pernah dia alami. Jadi hal yang dia ceritakan, yang seharusnya dia pegang baik-baik justru dia gunakan untuk balik menyakiti. Dalam hal ini juga sama, dalam kondisi ada masalah pada keduanya. Orang yang dia ceritakan tentu pasangannya.
Seperti kita memberi sebuah batu yang kita sayangi dan cukup berharga pada seseorang. Sebab tidak ada atau tidak sembarang orang mendapatkan hal itu. Kita percaya dia bisa menjaga baik-baik batu itu.Tapi, sayangnya pada kondisi tertentu justru batu itu dia lemparkan pada kita balik dan rasanya sungguh menyakitkan. Ya itu tadi, seperti dikhianati.
Dalam hal ini saya kemudian hilang percaya pada orang itu, dan sepertinya karena hal ini bukan yang pertama, jadi saya mengambil kesimpulan ini sudah menjadi karakter seseorang. Saat dia diserang, maka dia akan menginventarisir semua hal untuk menyerang balik. Sebuah mekanisme pertahanan. Seperti membuka celah bagi orang lain untuk menyakiti kita. Semakin dia tahu, kemungkinan menyakiti makin besar. Seperti memberitahu orang lain kelemahan kita. Dan dengan mudahnya hal itu jadi bumerang bagi diri kita sendiri. Terlebih jika dia tidak mengalami hal serupa, jadi enteng saja mengatakannya.
Ya, jenenge menungso sih mbak Suzi, kadang kala suka lepas kontrol. Toh nek kendali diri dikuasai emosi, kadang kono bertindak sakpenake udele nyerang awake dewe pakai segala cara. Yo pie yow mbak Suzi, bersedia berbagi yow siap sedia nompo konsekuensi sih. Toh awake dewe gak bakal ngerti "tepat" nggaknya share sesuatu sing pribadi ke orang lain. Yow sabar wae lah mbak Suzi, ojo nganti kepancing pokokmen. Wis bener nek diluapke nang blog katimbang nyerang balik hehehe :D
BalasHapuswah lama banget baru kelihatan ini maap, dah jarang update blog lagi. Hehe iyo aku sabar kok :D
Hapuskonsekuensi yang harus diterima kadang tidak terduga-duga, makasih dah mampir sini Arief