Sebenarnya, terus terang aku bosan padanya.
Sebagai ayah dia cenderung bukan ayah yang baik. Bisa kukatakan seperti robot. Kau tahu kan robot, yang hanya menjalankan sesuatu yang diprogramkan si pembuat. Dan ayahku itu mirip itu. Kukira bahkan jika mendengar aku mengatakan ini, dia tetap tidak marah. Dia sangat penyabar padaku dan mom, juga nenek.
Tiap akhir pekan nenek meneleponnya, sekedar memintanya datang untuk membetulkan saluran air yang macet, kompor yang rusak, atau kipas angin yang tidak bergerak. Dia selalu datang ke sana tanpa mengeluh, mirip robot. Jika dia ke sana dia akan berbicara dengan nenek cukup lama, mendengar semua keluh kesahnya, tentang tetangga barunya, tentang anjing tetangganya yang suka mencuri sebelah sepatunya tentang apapun. Dan kau tahu, ayah dengan semangat mendengarkan dan sesekali menanggapi semua cerita nenek. Sepertinya dia tidak bosan meskipun itu sudah nenek ceritakan kemarin, atau minggu lalu atau minggu kemarinnya lagi. Seakan-akan setiap kali ayah datang, itu cerita baru nenek. Ayah akan tertawa, mengernyit, menggeleng, seakan dia sedang mendengar kawannya bercerita tentang bola.
Dia tampak tulus, dan itu membosankan menurutku. Dia bisa saja bilang "itu sudah kau ceritakan minggu lalu bu" atau "apakah sebagai petugas yang membereskan semua kerusakan rumahmu ini, aku harus mendapat bonus cerita sampah ini lagi?" Ya, tapi ayahku seperti robot, robot yang baik, dia menjalani semua seakan semua itu baru terjadi sekali. Dia mengulanginya dengan hikmat, dan aku kadang muak. Protes dengan kebaikannya yang menurutku memuakkan itu. Dia membosankan, dan membuat aku jengkel. Tidak bisakah dia bilang "tidak" atau "aku tak bisa" atau semacam itulah. Dia selalu saja bilang "iya" iya dan iya.
* Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.