Sangat Dicari !!! |
Anak jaman sekarang beda
dengan jaman dulu. Kalau dulu main gundu dan petak umpet, sekarang mainnya Minion dan Facebookan. Tetapi perubahan jaman juga menyebabkan anak dewasa
belum waktunya, banyak anak yang didewasakan oleh apa yang dibuat orang
dewasa sebagai sebuah maha karya dari peradaban. Mungkin film anak yang membuat seharusnya anak-anak saja, jadi mereka tidak bakalan macam macam. Lagu anak saja
sekarang sudah sangat jarang. Adanya coboy -coboyan yang lagunya cinta-cinta
an. Dan parahnya anak saya juga ikut-ikutan suka. Anak remaja nyanyinya sudah macam cheerleader lengkap dengan rok mini, pamer paha kemana-mana, kostum heboh, tarian jejingkrakan dan tampang di imut-imutin. Yang nonton kebanyakan cowok-cowok muda dengan yel-yel tertentu. Ya iyalah, tontonan menarik gitu bagi cowok -cowok itu. Jika kalian masih hidup di jaman ini tentu tahu grub musik apa yang saya maksud. Semoga saja fans beratnya tidak baca ini hehe.
Dahulu film anak di
televisi sebatas si Unyil pak Raden dan Saint saiya sekarang sudah Sinchan dan
sinetron Ganteng ganteng serigala. Kadang saya bingung apa fungsi dari film
ini, hiburan kok tidak menghibur bagi saya. Pendidikan kalau semacam Upin ipin
bolehlah menurut saya. Entah siapa yang salah, mengejar rating tanpa melihat
akibat yang di timbulkannya. Atau mungkin dunia sudah sedemikian gilanya, sampai saya merasa aneh sendiri.
Miris membaca berita
akhir akhir ini, anak anak kecil SMP SMU dari tawuran hingga salimg bunuh oleh
masalah sepele. Beberapa waktu lalu anak SD tewas dianiaya kawannya hanya
karena masalah menyenggol minumannya hingga tumpah. Brutal dan sudah sangat
keterlaluan. Bayangkan hanya karena masalah sesepele itu bocah kecil harus
meregang nyawa. Apa yang salah dengan anak-anak ini. Kasus JIS ( Jakarta international
school) belum lama ini belum juga usai, di susul kasus –kasus serupa di lain
tempat. Bahkan pagi ini saya baca di koran anak SD yang berbuat tidak senonoh
kepada teman temannya. Sangat sangat miris dan mengerikan, apalagi bagi orang
tua atau ibu ibu seperti saya. Entahlah apa yang salah dengan anak –anak ini.
Dimanakah fungsi lembaga pemerintah semacam lembaga sensor atau pengawas dunia
internet ini sebenarnya. Apa fungsinya coba. Mungkin generasi kita belum cukup siap
menghadapi perubahan jaman ini. Memberi informasi BO dan tidak BO di televisi itu tidak
cukup efektif tanpa pengawasan orang tua. Terus kalau sekarang hp paling murah
pun bisa internetan, dengan kata lain situs dewasa bisa diakses bahkan
oleh anak SD sekalipun. Bahkan jika bisa wifi-an dimanapun, terus anak tidak
selalu dalam pemngawasan orang tua apalagi ketika di sekolah, diluar rumah dll.
Bagaimana kita bisa yakin anak kita tidak macam –macam dengan situs situs
dewasa semacam itu. Saya sebagai orang tua juga khawatir. Kalaupun anak saya
baik baik saja, bagaimana dengan anak anak yang lainnya (biasanya anak laki
laki) itu di luar sana. Maksud saya jika saya sudah cukup baik mengajarkan anak
saya dan mengawasinya bukan tidak mungkin anak anak nakal yang terkontaminasi
jaman di luar sana berbahaya bagi anak saya. Apa iya saya perlu mengurung anak
saya atau membuntuti dia kemanapun dia pergi.
Makin miris begitu tahu
program internet masuk desa, tower provider ada dimana-mana. Haduh, apa anda
yakin bahwa semua orang atau minimal sebagian besar orang sudah butuh dan siap
dengan itu. Masyarakat kita ini masih, suka kagetan. Ya kaget dan pakai gumunan (terheran-heran) pula.
Yang siap ya makin baik yang tidak siap makin rusak. Kalau dulu hari minggu
jaman saya ya main dengan temen cewek ke mana gitu, atau bantu-bantu orang tua
di rumah. Pemandangan lain saya lihat di kampung, pemuda pemudi berboncengan menempel
sambil ketawa ketiwi kesana-kemari dengan motor sambil pegang HP atau BB.
Astaghfirullah, semoga anak saya jadi anak baik tidak seperti itu.
Saya salah satu orang yang sangat setuju
jika situs dewasa diblokir saja. Karena pembatasan apapun namanya anak jaman
sekarang masih saja tidak kurang akal. Harus pinter –pinternya lembaga sensor
atau perlindungan anaklah. Namanya anak –anak itu peniru yang baik, tidak tahu
apakah itu baik atau buruk. Karena anak memang belum bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Kita sebagi orang dewasalah yang bisa menjaga mereka.
Sebut saja jika ada
sosok yang masih orang-orang sebut manusia bernama Demon emon di
luar sana. Orang tua mana yang tidak khawatir. Jika si emon ini saja
mengaku sebagai korban, korban yang membuat 120-an anak jadi korban juga, lantas
bagaimana nasib ke 120an anak korban si emon ini. Saya rasa saya sangat
setuju pemberlakuan hukuman kebiri bagi mereka pelaku kejahatan seksual anak.
Karena jika mereka dilepas nanti pun saya rasa mereka masih cukup berbahaya.
Di berbagai Negara dunia sudah memberlakukan hukum kebiri ini. Mengingat anak
adalah masa depan suatu bangsa. Trauma yang mereka alami juga bakalan seumur
hidup, dan pelaku hanya maksimal dihukum 15 th saja, itupun selama ini katanya
belum ada yang sampai 15 th beneran. Jahatnya hukum negara ini pada anak –anaknya
sendiri. Bayangkan negara barat yang begitu bebas saja ya, seperti Jerman Rusia
saja sudah memberlakukannya, kita negara timur yang katanya cukup beradab saja
belum membuat dan memberlakukan undang-undang itu. Apakah mereka yang duduk di dewan dan lembaga pemerintah itu tidak tahu melindungi anak – anak mereka. Ataukah
mereka menunggu anak mereka sendiri yang menjadi korban, baru mereka kebakaran
jenggot. Oh please deh, digaji puluhan juta tiap bulan hanya untuk duduk berpangku
tangan. Benar-benar manusia sesat yang tidak tahu malu. Oke, saya jadi membuat
fatwa baru seperti MUI saja bagi mereka bukan, fatwa sesat. Saya kira perlu ditata ulang Undang-undang
perlindungan anak di Indonesia ini. Andai dari dulu para ibu yang duduk di situ mungkin mereka lebih punya hati untuk menyusunnya, mungkin. Ini opini saya loh ya tidak usah protes.
Efek menonton film
dewasa itu buruk. Saya pernah baca kalau otak yang sering melihat gambar-gambar
porno atau menonton film dewasa, maka hal itu membentuk perpustakaan di otak.
Maksud saya jika orang keseringan lihat situs porno begitu, otaknya isinya ya
begitu. Gampangnya ya omongannya sehari-hari menjurusnya kesitu juga. Maksud
saya lagi, gak bisa ngomong normal sewajarnya manusia biasa. Bayangkan jika
otak kita pengendali utama tindakan dan kegiatan tubuh kita sampai begitu, apa
akibatnya nanti. Kalau anak remaja dalam masa peralihan anak ke dewasa saja
masih taraf wajar, saya kira. Namanya juga belum dewasa. Rasa ingin tahunya
besar. Tinggal disalurkan ke hal-hal yang positif saja. Kalau menurut saya ya,
kalau sudah menikah bukankah sudah memiliki pasangan, seharusnya hasratnya
sudah tersalurkan dengan halal dengan pasangannya. Kalau masih keseringan menonton
film begituan ya, saya rasa ada yang salah. Menurut saya loh ya, lagian saya
orang biasa kok bukan ahli bertitel doctor professor atau apalah saya juga belum melakukan riset data yang rumit. Kalau setuju
ya Alhamdulillah, kalau tidak ya sudahlah.
Mungkin ada yang bakalan
berkomentar, halah begitu saja kok repot dipusingkan. Saya rasa yang bakalan berkomentar
begitu pasti belum menikah atau belum punya anak. Semoga yang belum menikah tidak merasa tersinggung ya, maksud saya mereka itu belum tahu rasanya jadi
orang tua. Walau mau dijelaskan dengan bahasa apapun dengan fakta seperti
apapun dengan data selengkap apapun pasti masih saja tidak bakalan paham. Saya
mau menjelaskan rasa pahit kepada seseorang, sebelum orang itu mencicipi brotowali misalnya, seperti
apa rasa pahit itu dengan lidahnya sendiri, saya rasa mustahil menjelaskan rasa
pahit itu kepadanya. Kalaupun sudah jadi orang tua dan punya anak tetap dingin
seperti salju, adem ayem saja, saya rasa ada yang salah dengan dirinya. Begitu.
Ada pula yang cuek, ah
mbuh lah urusan begitu saja kok biar saja, okeh saya rasa orang yang bilang
begitu hidup di Pluto. Jauuuuh sekali dari sini. Mungkin dia hidup di konstelasinya sendiri. Diam dan membeku.
Demikian semoga mereka –mereka
yang merasa berkompeten di bidangnya itu membacanya. Kalau sempat. Terimakasih.
perubahan jaman dan kemajuan teknologi tentu selain menggembirakan kaum tuwa sebab akan menjadikan dan memudahkan anak anak kita untuk berpengetahuan, tentu sisi lainnya adalah rasa khawatir akan sisi negatif dari semua itu...maka yu kita perketat pengawasan anak anak kita yu...yu ah
BalasHapusCilembu thea : saya kira yang gembira bukan hanya kaum tua pak, semua juga suka, tetapi ya itu tadi kekhawatiran akan dampaknya itu masih ada. Kita harus pintar-pintar mengawasi anak anak saja.
BalasHapusMemang seklias agak mirip nama EMON dengan DEMON (Iblis). Semoga anak anak kita selalu dlindungi oleh Allah SWT. Tanggung jawab kita , para orang tua, semuanya untuk mengawasi anak anak kita
BalasHapustakut juga nih nyekolahin anak si sekolah umum :(
BalasHapuspak Asep Haryono : Amin pak semoga pak Asep, iya pak tanggung jawab dunia akhirat yang cukup berat hehe
BalasHapusiskandar Dzulkarnain : iya pak, di sekolahkan di IT saja hehe, kalau tidak home schooling saja dengan bundanya
BalasHapusitulah Mbak, kenapa kadang2 saya merindukan kebudayaan yang kembali seperti jaman kecil saya dahulu. nggak ada internet, televisi hanya ada TVRI, dan semua sistem terkontrol. OK-lah pemerintahan saat itu diktator, tapi dampaknya buat masyarakat, khususnya anak-anak, kerasa banget.
BalasHapusZachflazz : betul pak kadang kala pemerintahan orde itu ada sisi baik juga ada sisi tidak baiknya, kemajuan tehnologi perlu di barengi dengan kemajuan pendidikan moral juga menurut saya.
BalasHapus