Jumat, 22 Juli 2022

DIET dan BAHAN UMBI-UMBIAN LOKAL

Diet nasi di negeri ini sangat mudah, karena banyak sekali ragam pangan lokal pengganti nasi sebagai sumber karbohidrat. 

Misalnya saja ubi, kentang, jagung, gandum/roti, bermacam mi dan lainnya. Kalau umbi-umbian sebenarnya lebih banyak lagi misalnya gembili, gembolo, uwi, talas, ganyong, ubi kayu, ubi rambat, suweg dan lainnya. Tetapi biasanya umbi-umbian lokal ini adanya dijual di pasar-pasar tradisional sih. Jadi mari kita bahas umbi-umbi lokal ini satu persatu menurut sepengetahuan saya saja.


Uwi

Uwi ini pohonnya merambat, daunnya bulat berbentuk hati dan umbinya tentu saja berada di dalam tanah. Setahu saya ada yang berwarna merah keunguan dan ada yang berwarna putih. Bentuk umbinya tidak beraturan, di kulit ada semacam rambutnya dan ketika dikupas agak bergetah licin. Ukuran umbinya bisa sangat besar sebesar kepala sapi, tetapi ada pula yang kecil tergantung tanah dan kesuburan pohonnya. Rasanya hambar sedikit manis, mirip ubi kayu tetapi daging umbinya lebih legit. Saya paling suka kalau uwi ini dimasak jadi kolak, rasanya lebih enak. Jika direbus begitu saja rasanya bagi saya hambar. Seingat saya kalau dikampung pohonnya itu dibiarkan begitu saja, jarang disiram apalagi dipupuk. Ya dulu saya kira malah tumbuh sendiri, karena tahu-tahu umbinya pada nongol di tanah saking gedenya lalu kami gali dan diambil.


Gembili dan Gembolo

Buahnya lebih kecil dari uwi, bentuknya seperti ubi jalar tetapi berambut. Jadi pisah satu-satu gitu umbinya tidak seperti uwi yang tidak beraturan bentuknya. Rasanya seingat saya ada lengket-lengketnya gitu, kayak beda nasi sama nasi ketan gitu sih. Kalau uwi lebih gembur nah ini agak lengket gitu. Rasanya sama hambar, biasanya direbus saja sih masaknya. Yang tidak suka tuh kulitnya lebih banyak rambutnya jadi saat dimakan ngupasnya susah. Kalau ini biasa masaknya tanpa dikupas beda dengan uwi yang biasanya dikupas dulu. Saya agak lupa yang bili atau bolo ada salah satu yang buahnya itu menggantung di atas bukan di tanah. Sudah lama sekali soalnya, sekarang di rumah ortu pun udah jarang masak itu. Pohonnya juga merambat mirip uwi, daunnya sepertinya mirip saya agak lupa sih.


Suweg

Umbinya bulat di dalam tanah. Pohonnya mirip porang, saya kira dulu tuh porang itu suweg ini. Di rumah simbah saya dulu banyak sekali pohonnya. Pohonnya ini lucu, seingat saya kalau mulai musin hujan dia muncul bunga dulu seperti bunga bangkai gitu tapi kecil. Terus setelah itu baru muncul tunas pohonnya. Nah nanti jika mendekati musim kemarau seingat saya loh ya, pohonnya akan layu mati. Nah sebenarnya di dalamnya sudah ada umbi suwegnya, jika diambil ya nanti pas musim hujan dia tidak akan tumbuh lagi. Tetapi jika dibiarkan ya nanti pas musim hujan dia akan tumbuh lagi. Dulu saya kira ini tidak ditanam, karena tersebar di kebun pohonnya banyak sekali. Seingat saya umbinya agak gatal perlu direndam air dulu atau gimana untuk mengolahnya, juga pohonnya yang belang-belang itu seingat saya getahnya jika kena kulit bisa gatal. Rasanya enak, tekstur umbinya kalau orang jawa bilang ‘cenit-cenit’ seperti agak lengket itu tadi mirip talas. 


Ganyong

Pas saya kecil, kebun di kampung saya banyak yang ditanami pohon ganyong ini. Ditanam rapi berbaris-baris memenuhi kebun. Bunganya cantik merah atau kuning seperti tanaman hias itu. Cara mengolahnya biasanya hanya direbus saja sekulit-kulitnya setelah dicuci bersih. Umbinya mirip seperti lengkuas tetapi lebih gemuk dan besar. Setelah direbus bisa juga ditumbuk, ditambah gula jawa lalu dibuat getuk ganyong. Atau bisa juga umbi mentah dikupas, dibersihkan lalu diparut untuk kemudian diambil sarinya untuk membuat tepung ganyong. 


Garut

Mirip ganyong, tetapi lebih berserat umbinya dan warna umbinya putih bersih. Di kampung saya jarang yang menanam, saya tahu karena kakek saya suka menanam garut ini. Pohonnya lebih pendek dari ganyong, daunnya juga lebih kecil. Biasanya diolah jadi camilan, emping garut.

Oke itu saja, jika ada yang tahu lebih banyak lagi bisa komen di bawah, terima kasih sudah membaca.

2 komentar:

  1. aku beberapa pernah mencoba mbak sussy...tapi saat masih kecil karena tetangga ga makan nasi, nasi diganti kecrek atau tiwul, jadi aku pas kecil dititipin ama tetangga saat ibu kerja kadang ikutan makan pangan pokok pengganti nasi, misal kecrek, tiwul, uwi, gembili, cantel juga hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah sip mbak buat pengalaman aja ya mencoba makanan-makanan pengganti nasi gitu. Katanya sih lebih sehat gitu, tapi enggak tahu juga he he

      Hapus

Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.