Minggu, 15 Desember 2019

All about the Money

Saya nggak tahu mau mulai dari mana saat nulis ini. Tapi perasaanku lagi nggak enak karena apa yang sedang terjadi pada salah satu kawan saya. 

Dia belum menikah sedangkan saya dan beberapa kawan seumuran lainnya sudah menikah. Ketika kamu meminta saran pada orang yang belum menikah mungkin bukan kenyataan yang bakalan mereka sarankan. Tapi saya sebagai teman tentu tak ingin kamu nantinya menyesali apa pilihanmu itu. Menikah itu benar-benar berat, dan nggak gampang, siaplah dengan itu kecuali kamu menikah dengan seorang milyuner. Maksudnya saya menunjukkan realita kehidupan pernikahan yang tidak melulu manisnya, dan kamu harus siap dengan itu. Tonton film Marriage Story atau Kim Jo Young, yang masih baru.

Saat itu aku bilang seks itu nantinya bukan sesuatu yang utama lagi, mungkin semakin lama bakalan jadi hanya 10 persen dari keseluruhan hidup pernikahan. Mungkin pada awalnya saat pacaran yang merupakan daya tarik paling besar menuju pernikahan adalah urusan seks yang bakal bebas dan halal itu. Bisa dilakukan tiap hari, tiap waktu, itukan? Tapi, itu awalnya, setelahnya jika seks jadi bagian hampir 90 persen dalam pernikahan seiring waktu prioritasnya akan terus menurun. Bukannya bara itu padam, tapi ada prioritas urusan lain yang tak kalah lebih besar lagi yang akan mendominasi hidup dan pikiranmu sehari-hari.

Jika memungkinkan memang lebih baik bicarakan dari saat pacaran tentang urusan keuangan, itu benar-benar penting bahkan bicarakan hal-hal kecil dan rinci lainnya jika mungkin. Karena khawatirnya masalah-masalah kecil ini nantinya jadi bom-bom kecil yang bisa saja membesar nantinya dalam perjalanan pernikahan. Enggak tabu misalnya bertanya berapa uang yang akan kamu berikan padaku jika menikah nanti, berapa penghasilanmu dan apa rencanamu nanti untuk tempat tinggal dan masa depan anak-anakmu. Jika gambaran tentang itu saja belum terpikirkan sama sekali oleh pasanganmu, kamu patut khawatir. 

Selama ini banyak laki-laki yang memberi cap “matre” pada perempuan karena sering membicarakan masalah uang. Tapi, yang mereka laki-laki tidak tahu juga masalah keuangan itu sendiri. Dia tidak tahu harga makanan yang dia makan tiap hari, dia tidak tahu makanan itu matang dengan dimasak dan itu butuh tenaga juga ketrampilan istri dan itu gratis, berapa tiap hari uang jajan anaknya, berapa biaya bensin kendaraan istrinya, berapa harga minyak goreng, gula, telur, ikan sekilo, beras dan lainnya. Saya rasa jika semua itu jatuh dari langit begitu saja maka laki-laki tidak bakalan tahu saking enggak pedulinya. Sayangnya di rumah belum punya pabrik gula sendiri, belum bisa nanam padi sendiri, belum bisa bikin sabun cuci sendiri, bahkan kadang belum bisa kasih jajan buat anaknya sendiri. Jadi apa? Ya, semua “dibeli”. Dengan apa? Dengan kepercayaan dan cinta, tentu saja bukan jonooooo.

Sekarang saya mau tahu bagian mana dari yang kamu butuhkan sehari-hari itu yang tidak perlu “dibeli dengan uang”. Bangun pagi kamu ke kamar mandi sikat gigi, pasta giginya beli, sikat gignya juga beli. Bahkan pasta gigi itu ada 3, milik anakmu dan milik istrimu, karena kalau milikmu kadang kamu beli sendiri, jadi ada 3 macam yang harus dibeli. Lalu kamu ke dapur bikin kopi. Memanaskan air, gasnya beli, kopinya beli, gulanya beli, bahkan cangkirnya pun beli, ingat itu baik-baik. Lalu kamu menyalakan televisi, listriknya beli. Lalu kamu sarapan pagi, nasinya dari mana berasnya? Lauk, sayur dibeli atau ditanam dan dipelihara sendiri? Bumbunya jangan lupa, garam saja? Bukanlah markonaaaah, gula, garam, bawang merah, bawang putih, salam, laos, kunyit, merica, lengkuas, penyedap makanan, kecap, dan lain-lainnya. Semua dibeli, kecuali kamu langsung beli makanan matang, kamu tidak perlu beli bumbu dan lainnya. Tahu enggak harga bawang merah sekilonya berapa? Ke pasar kalau belum tahu, kamu tahu berapa butir bawang merah untuk sekali masak? Jadi berapa kali kamu ke pasar beli bawang merah seminggunya? Kalau belum tahu coba pikirkan dulu. Habis makan kamu mandi, kamu pakai sabun mandi, siapa yang beli? Berapa harganya? Berapa buah sabun yang kamu gunakan setiap bulan? Pernahkah kamu beli, jika pernah berapa kali dibandingkan istrimu yang beli? Setelah itu kamu pergi mengantar anakmu sekolah, bensin motornya kamu tahu berapa kali sehari dia beli? Harganya berapa? Kamu berapa kali seminggu beli bensin untuk motor itu? Lalu anakmu tadi juga perlu uang jajan, berapa jumlahnya? Kalikan satu minggu lalu kalikan 4 kali saja. Lalu makan siang anakmu nanti apa? Berapa harganya yang kamu belikan? Kalikan seminggu kalikan 4 kali saja. Lanjut bagaimana makan siang istrimu? Daftar ini akan sangat sangat panjang, saya kira ini saja sebagian, belum lagi urusan-urusan lainnya.Nanti kamu bisa pusing bacanya. Mana dari semua daftar panjang tadi yang bisa kamu dapatkan tanpa “membeli” dengan uang? Semoga ini cukup mencerahkan dan berpikir lagi lain kali kalau mau bilang “matre” ke orang lain. Karena sebagian besar uang yang kamu berikan itu bukan untuk istrimu sendiri tapi sebagian balik untuk kamu lagi, dan untuk anakmu. Seharusnya kamu bersyukur dibantu jika istrimu bekerja, beban semua itu dibantu istrimu. Kecuali memang kamu tidak pernah berpikir sama sekali, ya aku paham kadang orang nggak mau pakai otaknya. Maksudnya berpikir, bukankah berpikir itu pakai otak mosok berpikir pakai jempol kaki. Lagi pula perempuan kalau matre juga lihat-lihat yang dimatrein siapa. 

Aku berpikirnya saat seorang suami ngasih uang ke istrinya, saat itu suami berpikir kalau uang itu untuk jajan istrinya sama beli tas baru atau baju baru istrinya atau buat jalan-jalan istrinya saja. Lain kali mohon dipikirkan lagi.

Uang memang tidak bisa membeli segalanya, tapi uang hampir bisa membeli sebagian besarnya. Aku khawatir jika keluarga idaman bagimu adalah keluarga cemara, memang tidak ada salahnya tentang itu sih, hanya saja masalah hidup tidak sesederhana itu lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.