Baiklah, kok sepertinya berat amat ya tulisan saya kali ini.
Oke ini tidak seberat judulnya kok kalau menurut saya. Tulisan ini saya mulai dengan menyatakan bahwa tulisan dan analisa ini hanya menurut saya pribadi dan beberapa artikel yang saya temukan. Untuk lebih detail dan lebih validnya mungkin ahli sejarahlah yang bisa menjelaskannya. Saya pasti senang jika ada yang menambahkan atau mengoreksi tulisan ini karena keterbatasan pengetahuan saya. Dan catatan, saya belum pernah ke candi ini, jadi tidak begitu tahu persis posisi ke 17 candi di sana seperti apa. Seperti dijelaskan di sebuah artikel bahwa ke 17 candi yang ditemukan ini tersebar di 11 teras.
Baiklah, saya itu suka kepo kalau ada sesuatu. Sifat kepo ini kadang bikin saya pusing juga sih. Masalahnya kalau saya ingin tahu sesuatu dan belum merasa puas dengan penjelasannya saya masih akan penasaran dan terus mencari info mengenai hal yang saya kepoin itu. Hal ini berawal dari twit yang saya temukan oleh salah satu seleb twit mitigasi bencana.
Twitnya itu menjelaskan sebuah prasasti yang diduga ilmuwan berisi 16 kalimat kutukan yang dipahat pada sebuah batu berukuran 14 cm dan tebal 9 cm. Mantra kutukan itu berbunyi “Om sarwwawinasa, sarwwawinasa”. Katanya banyak prasasti era Mataram Hindu yang berisi ancaman menggunakan kalimat kutukan bukan hukuman. Katanya bahkan kutukan ini juga ditujukan kepada para pemimpin kerajaan yang melanggar sumpahnya.
Baiklah saya mulai kepo dong apa arti kalimat tersebut. Saya ketikkan saja di Google kalimat itu dan beberapa artikel yang muncul adalah bahwa kalimat itu biasanya ada dalam doa kesembuhan bagi orang sakit dalam agama Hindu. Tetapi, ada tapinya nih kalau doa untuk kesembuhannya itu memuat kata “klesa” di tengah-tengahnya. Nah di prasasti ini seperti yang dituliskan itu tidak ada kata klesanya.
Mengutip dari penjelasan FB Majalah Hindu Raditya, menjelaskan jika kata klesa ini sering dipakai untuk ritual Hindu yang diucapkan para pemangku maupun sulinggih dalam mengiringi doa. Terutama doa dalam ritual pembersihan, apakah itu membuat tirtha atau melakukan pengelukatan. Terucap misalnya doa: sarwa klesa winasa ya ( semua klesa dihilangkan).
Nah apa itu klesa? Masih mengutip FB tersebut, Klesa berasal dari bahasa sansekerta yang berarti sakit, penderitaan dan sejenisnya yang berarti hal-hal buruk. Bisa juga sesuatu yang menyebabkan penderitaan. Hal ini harus dihilangkan. Dan disitu dijelaskan ada 5 jenis klesa.
Masih mengutip FB tadi saya jelaskan ringkas saja 5 klesa itu adalah : Awidya (kebodohan atau ketidaktahuan), Asmita (kebingungan), Raga (keterikatan dengan benda-benda duniawi), Dwesa (kemarahan, kebencian dan juga dendam), Abinewesa (ketidak ikhlasan). Mungkin pemeluk agama Hindu lebih mengetahui hal ini ya. Sila koreksi di kolom komentar saja jika ada yang salah dari yang saya tuliskan ini.
Oh iya lupa prasasti itu terdapat di candi Ijo. Nah candi Ijo sendiri merupakan candi tertinggi di Jogja dikarenakan komplek candi berada di ketinggian 410 mdpl. Hal inilah yang menyebabkan candi ini menjadi candi tertinggi di Jogja sampai saat ini, meskipun ketinggian candi induknya sendiri hanya sekitar 16 meter. Apakah suatu kebetulan jika penulisan prasasti yang diulang 16 kali berkaitan dengan tinggi candi induknya yang adalah 16 meter?
Masih dikutip dari tulisan Kompasiana oleh Lukman Hadi Subroto. Di artikel itu juga dijelaskan jika fungsi candi ini adalah tempat pemujaan para dewa bagi umat Hindu. Dan kenapa di perbukitan tinggi lokasinya? tentu saja bertujuan supaya doa yang dipanjatkan cepat dikabulkan oleh dewa. Dari artikel ini juga saya kira prasasti ini berada di teras ke 8 dari ke 11 teras tersebut, berarti bukan di candi induknya.
Kembali ke kalimat kutukan di prasasti candi Ijo tadi, disitu kalimat “Om sarwwawinasa, sarwwawinasa” tetapi kenapa tidak ada klesanya? Jadi kalau diartikan menjadi “semua dihilangkan”. Kata “Om” sendiri dari yang saya baca, merupakan aksara suci yang biasanya mengawali pelafalan mantra spiritual suci atau doa dalam persembahyangan agama Hindu juga Budha. Bahkan disebutkan tidak ada penyebutan nama dewa yang sempurna tanpa mengucap “Om” sebelumnya. Jadi menurut saya sebuah kalimat kutukan tidak mungkin diawali dan atau memakai kata “Om”. Saya kira maksud kalimat di prasasti tersebut adalah bahwa kelima klesa itu yang dihilangkan. Selain itu mungkin juga tidak adanya kata klesa di prasasti itu karena klesa sendiri berarti hal buruk, dan hal buruk tidak pantas ditempatkan di sebuah candi pertapaan.
Terlebih lagi prasasti ini menurut artikel dari web Kemendikbud sendiri merupakan salah satu lempengan batu prasasti yang ditemukan di atas dinding pintu masuk candi (candi F) yang bertuliskan Guywan yang berarti pertapaan. Jadi candi ini candi pertapaan. Dan lempeng batu lainnya yaitu prasasti bertulis 16 kalimat yang dianggap kutukan tadi (bahkan di tulisan Kemendikbud juga disebut sebagai kalimat kutukan). Menurut saya pribadi, kenapa diletakkan di atas pintu? menurut saya ketika seseorang mau masuk ke sebuah pertapaan maka orang tersebut harus melepas kelima klesa tersebut atau menghilangkan kelima klesa tersebut.
Jadi menurut kesimpulan saya pribadi, apa yang dituliskan di prasasti candi Ijo itu bukan sebuah kutukan melainkan 16 baris doa untuk melepas kelima klesa yang disebutkan di atas tadi. Seperti kebanyakan candi lainnya (apalagi ini candi tertinggi di Jogja) yang tujuannya dibangun adalah sebagai tempat pemujaan, peribadatan atau pertapaan. Kemungkinan besar tujuannya untuk kebaikan bukan untuk mengutuk. Jadi kalau ada yang tidak setuju dengan analisa ini sila komen saja dibawah beserta penjelasannya. Terimakasih sudah membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.