Kemarin aku berkunjung ke rumah itu. Kami duduk di ruang tamu.
Ditemani toples-toples kue lebaran yang tersisa, dan gelas-gelas air mineral yang kosong.
Di depan lelaki itu semangkuk bakso dan semangkuk nasi, makanan yang biasa dan sayangnya jauh dari kata sehat untuk lelaki seumurannya. Toh, aku juga sering memakannya, batinku.
Ada yang lain kurasakan saat itu, bukankah lelaki itu dulunya tidak ada di rumah ini. Lelaki yang bahkan terpikirkan ada di sana pun tidak.
Lelaki itu tertawa dan tersenyum, bicara pada kami seolah dia berada di sana berpuluh tahun lalu. Nyatanya dia orang baru di rumah itu. Menjadi bagian dari rumah itu. Orang baru yang menggantikan seorang lelaki lain yang sudah tidak lagi ada di sana. Tidak akan lagi ada di sana.
Begitu cepatkan melupakan seseorang? tawanya, cara bicaranya, semua secepat itu tidak ada.
Bukan berlarut-larut, tapi telah habis tak bersisa keberadaan lelaki yang dulu di rumah itu.
Begitu juga diriku pikirku, saat ini ada, tertawa, bicara dan bagian dari mereka, entah kapan aku, dia dan mereka juga bakal hilang ditelan masa, waktu yang bergulir tanpa bisa dicegah.
Tapi, akankah secepat itu kita hilang? Apa yang tersisa dari kita?
Foto, gambar, tulisan atau jejak lain yang bisa terus ditemukan, dilihat dan bahkan dibaca.
Bagaimana dulu mereka menangisi kepergiannya, seakan dunia berakhir saat itu, tetapi seiring bergulirnya waktu semua nampak baik-baik saja lagi, biasa lagi. Seolah tidak ada yang berubah dari formasi orang-orang ini.
Seakan tak ada yang hilang dari mereka.
Secepat itukah mereka melupakan?
Berapa lama waktu yang mereka butuhkan sampai mereka biasa dengan tidak kehadiranmu kelak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.