Sabtu, 02 Januari 2016

Kayu Manis Keju dan Gula (4)

Billie-siberianku, sudah beberapa hari hilang. Pamanku sudah mencarinya kemana-mana dan belum menemukannya. Saat papa atau oma duduk di sofa empuk sambil membaca buku, biasanya dia melingkar di depan perapian, memandangi pijar-pijar kayu yang terlepas ke udara. 

Jika pagi, dia duduk di dekat wadah makanannya. Menatapku dengan tatapan ‘meminta’ yang membuatku tak berdaya menuangkan makanan ke wadah itu. Saat tidur- mungkin setengah tidur karena dia bisa langsung bangun jika mendengar sesuatu, dia menegakkan telinganya ketika ada suara di luar pintu. Mungkin kelinci yang berlarian di semak taman, atau tikus yang berkejaran mencari remah kue dan keju buatan oma.

Paman menemukan ceceran darah di lantai gudang. Papa belum kembali dari perjalanan bisnisnya. Oma, aku dan perempuan itu memandangi paman yang membantu Dean membersihkan ceceran darah.

“Apakah itu darah Billie, oma?” 

Oma menggeleng,”Entahlah, oma tak tahu, mungkin tikus atau kelinci yang disembunyikan Billie.”

“Oh untunglah jika begitu.” Kataku dengan perasaan lega.

“Sebaiknya aku kembali saja ke dapur, urusan seperti ini membuatku mual.” Oma berujar sambil menutup mulutnya seolah akan muntah. Wajahnya tampak cemas, aku memandangi oma yang berjalan menuju rumah.

Gudang itu berada tepat di belakang rumah kami. Berdinding dari kayu tebal keabu-abuan. Sejenis tumbuhan rambat menutupi bagian luar di sekeliling gudang. Papa menyimpan barang-barang yang tidak kami pakai di gudang itu. Ada pemotong rumput yang sudah rusak, ada bekas piano lama opa dan juga banyak barang-barang lainnya. Bahkan sekotak peralatan dapur oma yang sudah berkarat menumpuk di ujung gudang. Barang-barangku saat bayi disusun oma dalam kardus. Ada pohon yang bercabang banyak di samping gudang, menjulur ke atas atap gudang. Daun-daunnya yang berguguran saat pergantian musim akan menumpuk di atas. 

“Carrie, apa yang kamu lakukan di sini, ikuti oma ke rumah.” Suara paman dari dalam gudang. Paman suka memanggilku begitu, bahkan kadang papa memanggilku Carol. Temanku suka mengejekku dengan sebutan Carrot, apa aku mirip wortel?

Aku buru-buru melangkah menjauh. Sesekali aku menoleh melihat paman dan Dean masih berdiri di sana sambil berbicara sesuatu. Dean menunjuk-nunjuk ke pintu dan atap gudang yang terang oleh matahari.

***

“Besok kita coba ke hutan, mungkin dia terlalu bersemangat mengejar kelinci atau rubah.” Paman bicara pada Dean di meja makan. Dean masih mengunyah sisa daging dan potongan kentang di piringnya.

Sofia, dia mengunyah salad hijau bercampur mayones, sedikit kacang polong dan potongan keju. Oma membuatkan roti isi, potongan daging asap, timun dan saus pedas. Sofia mengunyah salad itu lama sekali, seperti menghayati tiap potongannnya dengan pelan, sangat pelan. Saat paman dan Dean sudah meninggalkan meja, masih saja perempuan itu menikmati makanannya sendirian di meja. Aku menghabiskan susu hangat beraroma jahe buatan oma. Jahe yang dibakar hangus kemudian dimasak dengan susu segar. Botol susu segar itu diantar setiap pagi, bahkan saat aku baru bangun aku sudah menemukannya di depan pintu. Mungkin pengantar susu itu bangun saat pagi buta.

***

Aku mengintip ke arah teras, perempuan itu duduk di sana sambil mengipas tubuhnya yang kepanasan dengan kipas berenda. Aku menyelinap ke kamar Sofia, aku ingin bermain dengan alat make up di mejanya. Sepertinya cukup menyenangkan, berulah seperti dirinya. Mematut diri di depan kaca, menaburkan bedak dan memoleskan lipstik yang lembab. Rasanya aneh, seperti bibirku dilapisi lilin dingin, seperti saus yang menempel di bibir. Aroma cokelat, ada juga aroma bunga dan buah peach. Aku mencobanya satu persatu. Mulai kubuka satu persatu laci kecil dibawahmeja rias. Kutemukan kalung dan cincin beraneka warna dan bentuk. Dari bebatuan berkilau, kerang dan bulu-bulu angsa di hiasan topi. Hei, apa ini? Aku mengambil barang itu di tanganku, aku mengenalinya, ini kalung Bilie. Kenapa ada di laci Sofia?

“Apa yang kau lakukan di sini?” suara Sofia mengagetkanku. Buru-buru kemasukkan kalung itu ke kantung baju. Aku harus menyimpannya.

“Tidak, aku hanya...bermain dengan ini.” Aku menunjuk meja riasnya.

“Itu bukan mainan, keluarlah.” Sofia mengusirku.
Aku berjalan ke luar kamar. Semoga dia tidak mencari kalung Bille yang kusimpan.

***

Tentu saja aku ingat, siang itu. Rumah cukup sepi, hanya aku Sofia dan Billie. Tak berapa lama seorang lelaki muda tampak mengetuk pintu. Sofia menemuinya, wajahnya tampak berseri-seri. Aku kesal dan bosan bermain ke padang rumput  dengan Billie.

Saat itu Billie berlari ke arah semak menyusulku. Setelah cukup lama bermain dengannya kemudian aku mendengar dia menggonggong di kejauhan. Tepatnya di dekat jendela kamar Sofia. Aku memanggilnya lagi, dan dia berlari mendekat padaku. 

Malamnya dia masih bermain di bawah meja menunggu potongan daging yang kulemparkan. Aku masih merasakan lembut bulunya di ujung-ujung jari kakiku. Billie tidak suka menjilat, dia sangat sopan dan tidak menjijikkan seperti anjing lainnya itu. Matanya yang tajam keabuan, aku suka sekali saat menatapnya. Kemudian paginya  Billie sudah tidak ditemukan lagi.

Bersambung.

2 komentar:

  1. wah bersambung, kalung yang akan menemukan teka-teki keberadaan billie.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas karena bisanya nulis pendek-pendek
      jejak keberadaan Billie

      Hapus

Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.