Sejak kecil saya hidup di kampung yang masih dikelilingi sawah yang luas menghijau, sungai dengan air jernih mengalir dan
langit biru di sepanjang pantai. Debur ombak laut selatan selalu terdengar
setiap pagi dari kamar saya, bahkan jika malam tiba juga sesekali
terdengar. Sesuatu yang sulit saya temui saat ini. Sebenarnya debur ombak laut selatan selalu terjadi baik siang, pagi
atau malam tetapi suasana hening di malam atau pagi hari membuat suara itu hanya
sampai ke telinga saat pagi dan malam hari.
Oke cukup soal lautnya, kembali ke judul soal burung sawah. Pada saat tanaman padi mulai berbuah muda maka burung sawah mulai berdatangan, tentu saja untuk memakan buah padi atau untuk memangsa serangga di tanaman padi itu. Burung yang paling banyak adalah burung kecil yang biasa kami sebut di kampung 'Uthem' entah yang benar apa mungkin burung Pipit. Bentuknya kecil kepala putih dan bulu kecoklatan terbang secara bergerombol, bahkan saya pernah melihat ada pedagang burung kecil ini. Selain burung kecil pemakan padi yang menjadi musuh para petani itu juga terdapat beberapa jenis burung sawah yang lebih besar, kami di kampung sering menyebut namanya dari Bawangan, Derbombok, Bontot, Blekok lainnya saya lupa apa namanya. Ada juga burung sawah yang sering muncul saat sawah masih kosong berair sebelum bertanam padi yaitu burung sawah yang berwarna putih dan ramping.
Burung yang datang saat padi mulai berbuah ini sering diburu oleh beberapa orang di kampung kami. Tentu saja untuk kebutuhan konsumsi atau dijual. Dari Bawangan yang mirip burung Puyuh berbulu cokelat kemerahan hingga beberapa burung yang sebesar ayam juga ada, meski jarang ditemui. Daging burung ini lebih gurih dibandingkan burung puyuh, karena mereka mendapat makanan alami dan hidup liar. Tekstur dagingnya lebih liat dibandingkan burung Puyuh atau ayam, mungkin lebih mirip daging ayam kampung.
Uniknya adalah cara menangkap burung sawah liar ini, yaitu bukan dengan alat seperti jaring pada umumnya menangkap burung sawah tetapi dengan peluit. Jadi, beberapa tahun lalu ada seorang saudara tetangga kami datang dari luar Jawa yang mengajari cara menangkap burung ini. Caranya dengan peluit yang dibuat khusus. Waktu menangkapnya di malam hari dengan menirukan suara burung. Biasanya menggunakan peluit, lampu senter dan jaring jika diperlukan. Jadi burung-burung itu berdatangan seolah dipanggil oleh kawannya dan karena saat itu malam hari maka mereka gampang sekali ditangkap.
Burung yang didapat lumayan banyak, lebih dari 20 ekor burung dalam semalam. Padahal harga jual burung hidup seperti Bawangan yang mirip Puyuh itu sangat murah hanya sekitar dua ribuan rupiah. Apabila saat matang lebih mahal sedikit dari itu, bentuknya lebih kurus dari burung Puyuh ketika matang.
Cara memasaknya biasanya diungkep atau dibacem dengan bumbu manis gurih dan setelah itu digoreng utuh. Rasanya lebih enak dari pada burung Puyuh. Sayangnya mereka banyak berdatangan hanya pada saat padi berbuah muda itu, selebihnya sulit ditemui. Populasinya juga mulai berkurang saat ini, meskipun masih ada setiap musim padi.
Burung Bawangan Goreng |
Demikian semoga bermanfaat sobat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.