Pertengahan bulan November ini saya ikut Parenting School di sekolahan anak saya. Acara parenting school ini berbarengan dengan pembagian hasil Ujian Tengah Semester. Materi disampaikan oleh Das Salirawati, yang merupakan salah seorang yang ikut dalam Tim pembuat kurikulum. Saya lupa, ada gelar di depan dan di belakang nama beliau. Beliau ini juga pernah ikut Stand Up Comedy begitu di profilnya yang disampaikan salah satu Ustads di sekolah anak saya. Sepanjang acara beliau menjelaskan tentang kurikulum baru saat ini yang mulai diikuti oleh diantaranya anak saya yang duduk di kelas 2 SD.
Sepanjang acara saya yang duduk bersebelahan dengan ibu kawan anak saya saling bercerita. Bagaimana kurikulum ini berubah dengan sangat mencolok. Bayangkan saja pada saat kelas 1, anak saya masih mendapat mata pelajaran IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, dan PPKN. Begitu masuk ke kelas 2 semua mata pelajaran itu menjadi satu mata pelajaran yaitu Tematik. Jadi semua mata pelajaran itu dirangkum menjadi satu mapel yaitu Tematik. Buku paket berjudul Tema 1, Tema 2, Tema 3 dst. Bahkan mapel Bahasa Indonesia seperti hilang karena pelajaran Bahasa Indonesia secara khusus tidak ada jadi masuk dalam mapel seperti PPKN dan IPA IPS. Kami berdua saling curhat soal ujian anak kami yang bagi kami saja itu termasuk sulit. Karena soal yang diujikan menggunakan kosa kata yang lebih sulit.
Oleh pemateri akhirnya dijelaskan kenapa hal itu bisa terjadi. Karena pada sesi tanya jawab, ada juga wali murid yang mengeluhkan hal ini. Dengan sedikit bergurau beliau berucap yang kurang lebihnya seperti ini "lha gimana tidak sulit, wong kurikulum anak SD yang buat dosen-dosen". Bahkan saat ini intinya lebih dikedepankan pembentukan moral anak yang baik jelas beliau. Bagaimana mana anak bersosialisasi dan bersikap pada lingkungannya. Bukan melulu masalah teori. Kalau boleh di bilang menurut saya semacam EQ bukan melulu IQ. Peran keluarga juga sangat diharapkan ikut serta memabantu pendidikan anak. Beliau juga membandingkan dengan negara lain Indonesia masih jauh tertinggal, bahkan masalah gaji. Salah satu wali murid bahkan mempertanyakan, apakah dengan gai yang cukup tinggi maka menjamin bahwa kualitas pendidikan di sekolah akan lebih baik. Bukankah juga akhir -akhir ini sekolah dengan biaya mahal semacam JIS dan kasus pelecehan akhir -akhir ini juga bukti bahwa hal itu bukan sebuah jaminan. Bahkan beliau sendiri sempat menjelaskan yang kurang lebih intinya bahwa pendidikan anak jangan sepenuhnya diserahkan kepada guru di sekolah saja.
Ada untungnya juga sih, dengan begitu buku yang semula banyak minta ampun sampai- sampai tas anak saya beratnya beberapa kilogram, sekarang lebih ringan. Buku tulis yang semula banyak juga lebih sedikit karena hanya satu mapel Tematik itu ditambah beberapa mapel khusus dari sekolah. Tapi kekurangannya anak harus cepat tanggap dengan perubahan kurikulum ini. Apalagi jika bapak Menteri Pendidikan yang baru masih punya acara sendiri, apa tidak mumet kita sebagai wali muridnya mengajari.
Saya coba membandingkan dengan negara lain. Pernah saya lupa di negara mana, kalau ujian murid bisa memilih hanya satu mata pelajaran yang disukainya saja. Bahkan ke sekolah juga tidak pakai seragam kelihatan lebih santai. Di beberapa negara ( waktu itu saya lihat acara sebuah stasiun Televisi) ada yang hanya mengujikan sedikit mapel, dan kelulusan juga tidak begitu mengerikan. Maksudnya dengan standar yang tidak begitu tinggi mungkin. Seperti kasus di negara kita beberapa waktu lalu, sampai anak bunuh diri hanya gara - gara tidak lulus ujian. Bahkan jika mau ujian (UAN) pakai gelar acara do'a bersama, basuh kaki ibu, dan lainnya. Ujian seperti momok bagi anak -anak saja.
Demikian semoga dunia pendidikan di negara ini semakin baik, dan anak saya yang sedang Ujian Akhir Semester bernilai bagus hehe. Amin ya rabbalalamin.
Saya kira ini tergantung dari sudut pandang saja Secara teori anak yang belajarnya efektif dan efisien cenderung punya peluang lebih besar memperoleh nilai yang baik dan atau lulus ujian. Namun ada sisi lain yang tidak bisa diukur dengan logika, yakni kepasrahan dan doa kepada Allah SWT. Jika usaha sudah maksimal diberikan, tinggal berdoa. Saya kira berdoa bersiap untuk UAS juga tidak jelek
BalasHapusPak Asep Haryono : amin pak semoga begitu :)
BalasHapusbetul pak tidak lupa selalu berdoa untuk keberhasilan anak saya, tentu setelah belajar sebaik mungkin.