Minggu, 29 Juli 2018

Tak Akan Pernah Lupa

Di dekat rumah ada sebuah sungai, di atas sungai itu melintas sebuah saluran air yang cukup lebar kira-kira dua setengah sampai tiga meteran lebarnya dengan kedalaman serupa.


Saat kecil ketika harus melintasi sungai itu menjadi sebuah tantangan berat saat air sungai cukup banyak di musim hujan. Jika di musim kemarau maka sungai di bawah saluran air itu cukup kering sehingga air hanya sedikit dan kami bisa menyeberang dengan mudah. Maklum saja di belakang rumahku hampir tak ada rumah warga hanya sungai, jalan raya, dan area persawahan sehingga tidak dibangun jembatan. Dari pada harus berjalan memutar jauh sekali maka kami biasa melewati sungai itu atau saluran air di atasnya. 

Biasanya saya dan kawan-kawan jika hendak ke sawah atau mencari buah asam biasa lewat sungai itu, menyeberang di antara bebatuan licin dan arus sungai. Atau lewat saluran air di atas sungai. Lebar sungai kira-kira enam sampai delapan meteran. Caranya cukup menguji nyali, karena kamu harus berjalan di ketinggian sekitar tujuh meteran di atas sungai dan hanya dengan sebuah jalan bersemen bibir saluran air selebar sekitar 15-20 Cm yang hanya muat salah satu kaki bergantian. Seingat saya dua kaki tidak bisa bersisian, jadi seperti meniti seutas tali. Jika takut maka hanya fokus melihat jalan saja, di sisi kanan saluran air dengan airnya yang cukup dalam sekitar 2 meteran. Untuk bocah sepertiku yang tidak bisa berenang jika sampai jatuh ke kanan juga berbahaya. Sedang di sisi kiri jauh di bawah kaki adalah sungai dengan bebatuan besar dan aliran air sungai, jika jatuh dari ketinggian sekitar 7 meteran tentu saja sama bahayanya. Tetapi jika musim hujan tidak ada pilihan lain, saya lebih memilih melewati jalur berbahaya itu dari pada melewati sungai yang berarus deras dan tentu saja cukup dalam karena saya tidak bisa berenang. 

Jika di saluran air itu tidak begitu penuh mendekati musim kemarau, kami biasa bermain di sana sambil belajar berenang. Atau mencari ikan, atau bermain balapan keong-keong kecil yang berbentuk kerucut. Tentu saja anak zaman sekarang tidak ada lagi yang bermain begitu, dulu belum ada ponsel. Kami seringnya bermain di luar rumah. Kami biasa menyebut saluran air itu dengan embong. Mungkin terdengar seperti embung, tempat air.

Siang itu saya dan beberapa kawan seumuran berjalan beriringan di tanggul saluran air setelah melewati sungai dengan satu anak yang lebih dewasa. Entah saya sedang melamum atau apa tiba-tiba salah satu kaki saya salah injak bibir saluran air. Akibatnya saya jatuh ke saluran air yang berair penuh berwarna kecoklatan, dan parahnya saya tidak bisa berenang. Tentu saja saya langsung tenggelam, tangan saya menggapai-gapai tetapi tidak sampai pinggir saluran air, saya juga terbawa arus. Tapi saat saya sudah menyerah, setelah berulang kali mendengar suara gelembung air dari mulut karena saya berteriak dalam air dan suara gemuruh air di telinga, sebuah tangan menggapai tangan saya dan menarik saya naik ke bibir saluran air. Perempuan itu menolong saya tepat waktu. Beruntung saya bepergian dengannya saat itu, seandainya saja hanya kami anak-anak seumuran mungkin ceritanya akan lain, karena kami tidak bisa berenang semua dan tempat itu jauh dari pemukiman.

Ya, kejadian itu mungkin sudah dilupakan kawan-kawan sekampung saya, atau perempuan yang menolong saya itu. Tapi sampai detik ini saya tidak pernah lupa kejadian waktu itu dan kebaikan yang dia lakukan pada saya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.

Update Berkebun